10 Puisi Wiji Thukul Yang Menggetarkan Hati
Halo sahabat sajak!
Bagaimana kabarnya?
Semoga sehat selalu, kali ini kami akan berbagi sedikit informasi tentang 10 Puisi Wiji Thukul Yang Menggetarkan Hati. Sudah penasaran? Baik langsung saja!
10 Puisi Wiji Thukul Yang Menggetarkan Hati – Memilih 10 puisi yang masuk ke dalam artikel ini adalah hal yang begitu sulit, bagaimana tidak, ada ratusan puisi karya dari Wiji Thukul dan semuanya sangat menggetarkan hati. Aktivis buruh ini meluapkan segala amarahnya di setiap bait yang ada. Puisi-puisi yang bertema tentang kerakyatan inilah yang menggetarkan hati kita. Bahwa ada kehidupan yang tak kita lihat, ada kehidupan yang tak mampu kita rasakan.
Puisi: Pengertian Puisi
Dalam puisi-puisinya, ia mengupas kehidupan rakyat kecil yang tertekan oleh sistem dan pemimpin negara orde baru. Dengan kehidupannya yang terbatas namun kemerdekaannya tak pernah dihilangkan.

10 Puisi Wiji Thukul Yang Menggetarkan Hati
#1. Bunga dan Tembok
Bunga dan Tembok
Seumpama bunga
Kami adalah bunga
Yang tak kaukehendaki tumbuh
Engkau lebih suka
Membangun rumah dan merampas tanah
Seumpama bunga
Kami adalah bunga
Yang tak kaukehendaki adanya
Engkau lebih suka membangun
Jalan raya dan pagar besi
Seumpama bunga
Kami adalah bunga
Yang dirontokkan di bumi kami sendiri
Jika kami bunga
Engkau adalah tembok itu
Tapi di tubuh tembok itu
Telah kami sebar biji-biji
Suatu saat kami akan tumbuh bersama
Dengan keyakinan engkau harus hancur!
Dalam keyakinan kami
Di mana pun tirani harus tumbang!
Solo, 87-88
#2. Sajak Anak-anak
Sajak Anak-anak
Anak-anak kecil
Bermain di jalan-jalan
Kehilangan tanah lapang
Pohon tumbang
Tembok didirikan
Kiri-kanan menyempit
Anak-anak terimpit
Anak-anak itu anak-anak kita
Ingatlah ketika kau mendirikan rumah
Ingatlah ketika kau menancapkan
Pipa pabrik
Anak-anak kecil berdesakan
Sepak bola di jalan-jalan
Bila jendela kacamu berantakan
Tengoklah anak-anak itu
Pandanglah pagar besimu
Sungguh luas halaman rumahmu
Solo, 9 juni 87
#3. Peringatan
Peringatan
Jika rakyat pergi
Ketika penguasa pidato
Kita harus hati-hati
Barangkali mereka putus asa
Kalua rakyat bersembunyi
Dan berbisik-bisik
Ketika membicarakan masalahnya sendiri
Penguasa harus waspada dan belajar mendengar
Bila rakyat berani mengeluh
Itu artinya sudah gawat
Dan bila omongan penguasa
Tidak boleh dibantah
Kebenaran pasti terancam
Apabila usul ditolak tanpa ditimbang
Suara dibungkam kritik dilarang tanpa alasan
Dituduh subversive dan mengganggu keamanan
Maka hanya ada satu kata: lawan!
Solo, 86

#4. Satu Mimpi Satu Barisan
Satu Mimpi Satu Barisan
Di lembaga ada kawan sofyan
Jualan bakso kini karena dipecat perusahaan
Karena mogok karena ingin perbaikan
Karena upah, yak arena upah
Di ciroyom ada kawan sodiyah
Si laki terbaring di amben kontrakan
Buruh pabrik the
Terbaring pucat dihantam tipus
Ya dihantam tipus
Juga ada neni
Kawan bariah
Bekas buruh pabrik kaus kaki
Kini jadi buruh di perusahaan lagi
Dia dipecat, ya dia dipecat
Kesalahannya: karena menolak
Diperlakukan sewenang-wenang
Di cimahi ada kawan udin buruh sablon
Kemarin kami datang dia bilang
Umpama dirontgen pasti tampak
Isi dadaku ini pasti rusak
Karena amoniak, ya amoniak
Di cigugur ada kawan siti
Punya cerita harus lembur sampai pagi
Pulang lunglai lemas ngantuk letih
Membungkuk 24 jam
Ya, 24 jam
Di majalaya ada kawan eman
Buruh pabrik handuk dulu
Kini luntang-luntung cari kerjaan
Bini hamil tiga bulan
Keslahan: karena tak sudi
Terus diperah seperti sapi
Di mana-mana ada sofyan, ada sodiyah, ada bariyah
Tak bisa dibungkam kodim
Tak bisa dibungkam popor senapan
Di mana-mana ada neni, ada udin, ada siti
Di mana-mana ada eman
Di bandung, solo, Jakarta, Tangerang
Tak bisa dibungkam kodim
Tak bisa dibungkam popor senapan
Satu mimpi
Satu barisan
Bandung, 21 mei 92
Puisi: Stasiun Penantian
#5. Nyanyian Abang Becak
Nyanyian Abang Becak
Jika harga minyak mundhak
Simbok semakin ejeg berkelahi sama bapak
Harga minyak mundhak, Lombok-lombok akan mundhak
Sandang pangan akan mundhak
Maka terpaksa tukang-tukang lebon,
Lintah darat, bank plecit, tukang kredit harus dilayani
Siapa tidak marah bila kebutuhan hidup semakin mendesak
Seribu lima ratus uang belanja tertinggi dari bapak untuk
Simbok
Siapa bisa mencukupi
Sedangkan kebutuhan hidup semakin mendesak
Maka simbok pun mencak-mencak
“pak, pak, anak kita kebacut metu papat lho!”
“bayaran sekolahnya anak-anak nunggak lho!”
“si penceng muntah-ngising, perutku malah sudah isi lagi
dan suk selasa pon ana sumbangan maneh si sebloh dadi manten!”
jika bbm kembali menginjak
namun juga masih disebut langkah-langkah kebijaksanaan
maka aku tidak akan lagi memohon pembangunan
nasib
kepadamu, duh pangeran, duh gusti
sebab nasib adalah permainan kekuasaan
lampu butuh menyala, menyala butuh minyak
perut butuh kenyang, kenyang butuh diisi
namun bapak Cuma abang becak!
Maka apabila becak pusaka keluaraga pulang tanpa
Membawa uang
Simbok akan kembali mengajak berkelahi bapak
Solo, 84
#6. Puisi Menolak Patuh
Puisi Menolak Patuh
Walau penguasa menyatakan keadaan darurat
Dan memberlakukan jam malam
Kegembiraanku tak akan berubah
Seperti kupu-kupu
Sayapnya tetap indah
Meski air kali keruh
Pertarungan para jendral
Tak ada sangkut-pautnya
Dengan kebahagiaanku
Seperti cuaca yang kacau
Hujan, angin kencang, serta terik panas
Tidak akan mempersempit atau memperluas langit
Lapar tetap lapar
Tentara di jalan-jalan raya
Pidato kenegaraan atau siaran pemerintahan
Tentang kenaikan pendapatan rakyat
Tidak akan mengubah lapar
Dan terbitnya kata-kata dalam diriku
Tak bisa dicegah
Bagaimana kau akan membungkamku?
Penjara sekalipun
Tak bakal mampu
Mendidikku jadi patuh
17 januari 97
#7. Suti
Suti
Suti tdak pergi kerja
Pucat ia duduk dekat ambennya
Suti di rumah saja
Tidak ke pabrik tidak ke mana-mana
Suti tidak ke rumah sakit
Bentuknya memburu
Dahaknya berdarah
Tak ada biaya
Suti kusut-masai
Di benaknya menggelegar suara mesin
Kuyu matanya membayangkan
Buruh-buruh yang berangkat pagi
Pulang petang
Hidup pas-pasan
Ganjil kurang
Dicekik kebutuhan
Suti meraba wajahnya sendiri
Tubuhnya makin susut saja
Makin kurus menonjol tulang pipinya
Loyo tenaganya
Bertahun-tahun diisap kerja
Suti batuk-batuk lagi
Ia ingan kawannya
Sri yang mati
Karena rusak paru-parunya
Suti meludah
Dan lagi-lagi darah
Suti memejamkan mata
Suara mesin kembali menggemuruh
Bayangan kawannya bermunculan
Suti menggeleng
Tahu mereka dibayar murah
Suti meludah
Dan lagi-lagi darah
Suti merenungi resep dokter
Tak ada uang
Tak ada obat
Solo, 27 februari 88
#8. Tong Potong Roti
Tong Potong Roti
Tong potong roti
Roti campur mentega
Belanda sudah pergi
Kini datang gantinya
Tong potong roti
Roti campur mentega
Belanda sudah pergi
Bagi-bagi tanahnya
Tong potong roti
Roti campur mentega
Belanda sudah pergi
Siapa beli gunungnya
Tong potong roti
Roti campur mentega
Belanda sudah pergi
Kini Indonesia
Tong potong roti
Roti campur mentega
Belanda sudah pergi
Kini siapa yang punya
kalangan-solo, april 89
#9. Jalan Slamet Riyadi Solo
Jalan Slamet Riyadi Solo
Dulu kanan dan kiri jalan ini
Pohon-pohon asam besar melulu
Sabar lebaran dengan teman sekampung
Jalan berombongan
Ke taman sriwedari nonton gajah
Banyak yang berubah kini
Ada Holland bakery
Ada diskotek, ada taksi
Gajahnya juga gedung tegak lurus
Hanya kereta api itu
Masih hitam legam
Dan terus mengerang
Memberi peringatan pak-pak becak
Yang nekat potong jalan
“hei, hati hati
Cepat menepi ada polisi
Banmu digemboskan lagi nanti!”
solo, mei-juni 91
#10. Sajak Suara
Sajak Suara
Sesungguhnya suara itu tak bia diredam
Mulut bisa dibungkam
Namun siapa mampu menghentikan nyanyian bimbang
Dan pertanyaan-pertanyaan dari lidah jiwaku
Suara-suara itu tak bisa dipenjarakan
Di sana bersemayam kemerdekaan
Apabila kau memaksa diam
Aku siapkan untukmu pemberontakan!
Sesungguhnya suara itu bukan perampok
Yang ingin menjarah hartamu
Ia ingin bicara
Mengapa kaukokang senjata
Dan gemetar ketika suara-suara itu
Menuntut keadilan?
Sesungguhnya suara itu akan menjadi kata
Ialah yang mengajari aku bertanya
Dan pada akhirnya tidak bisa tidak
Engkau harus menjawabnya
Apabila engkau tetap bertahan
Aku akan memburumu seperti kutukan!
Itulah 10 Puisi Wiji Thukul Yang Menggetarkan Hati, tinggalkan komentar jika sahabat sajak suka dengan artikel di atas atau ingin memberikan masukan? Sangat dipersilahkan! Jangan lupa berbagi informasi ini kepada teman kalian!
“Mari panjangkan kembali umur perjuangan Jangan sebentar berapi kemudian menjadi debu tak berarti”
Umamnih
Sumber: Buku Nyanyian Akar Rumput – Wiji Thukul